Apakah “Do What You Love and Love What You Do” Alkitabiah?

Kalimat “do what you love and love what you do” bukanlah quote yang asing bagi kita. Sejak saya kecil, kalimat ini cukup sering saya dengar sebagai perkataan motivasi. Quote ini mungkin dicetuskan oleh seorang penulis Amerika bernama Ray Bradbury. Beliau lahir di tahun 1920 dan meninggal tahun 2012. Ia menulis sejumlah buku, seperti Sound of Thunder (1952), Fahrenheit 451 (1953), Dandelion Wine (1957). Secara lengkap, quote tersebut sebenarnya berbunyi:

Love what you do and do what you love. Don’t listen to anyone else who tells you not to do it. You do what you want, what you love. Imagination should be the center of your life.”[1]

 

Tentu saja ini bukanlah sebuah quote yang begitu buruk dan bahkan baik bagi sebagian besar orang sebagai pengingat bahwa jika manusia tidak melakukan apa yang ia suka dan tidak menyukai apa yang ia lakukan atau kerjakan, maka semuanya akan sia-sia. Tanpa sadar ini dianut oleh banyak orang Kristen, termasuk saya yang dahulu tidak secara sadar mengadopsi pandangan ini. Akan tetapi, jika kita tidak berhati-hati dan menyelidiki lebih dalam kalimat tersebut dari Christian Worldview, maka kita akan melihat bahwa kalimat ini mengandung kekeliruan, bahaya, dan jika dihidupi tanpa pengertian Alkitabiah yang benar, akan menghancurkan penganutnya.

Di dalam rangkaian kalimat-kalimat tersebut, paling tidak kita dapat menjumpai dua wawasan dunia:

Humanisme

Humanisme merupakan pandangan yang sebenarnya sudah berkembang sejak zaman Yunani klasik, tetapi lebih terkenal ketika memasuki era Renaissance, di mana “diri sendiri” menjadi fokus yang lebih utama. Ketika itu tokoh Humanisme sudah “muak” terhadap otoritas gereja yang begitu mendominasi kehidupan masyarakat awam sejak abad pertengahan. Inti dari Humanisme adalah bahwa manusia adalah pusat dari kehidupan dan sebagai ukuran sesuatu itu bernilai atau tidak, benar atau salah, bukan otoritas agama. Dari kalimat “love what you do and do what you love. Don’t listen to anyone else who tells you not to do it. You do what you want, what you love. Imagination should be the center of your life” kita melihat bahwa manusia adalah fokus utama  untuk menentukan apa yang harus dilakukan oleh dirinya sendiri, tidak peduli apa yang dikatakan oleh orang lain. Imajinasi kita adalah pusat yang menentukan secara subyektif dari apa yang harus kita lakukan. Pikiran manusia adalah tidak terbatas dan dapat dikembangkan secara maksimal melalui berbagai cara. Mungkin sekarang kita lebih mengenal dengan istilah positive thinking, di mana pikiran kita harus diarahkan kepada yang positif dan akibatnya apa saja yang kita pikirkan secara positif tersebut akan tercapai. Jika kita mau berhasil dan sukses dalam pekerjaan, maka kita tidak boleh berpikiran negatif, melainkan harus selalu positif.  Secara jelas sekali kita melihat inti dari Humanisme di dalam quote tersebut.

Eksistensialisme

Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang sebenarnya adalah perkembangan atau bagian dari Humanisme, yang para tokohnya antara lain Kierkegaard (1813 – 1915), Nietzsche (1811 – 1900) dan Jean Paul Sartre (1905-1980).[2] Inti ajaran ini adalah respek terhadap individu yang unik pada setiap orang. Eksistensi mendahului esensi. Kita lahir dan eksis lalu menentukan dengan bebas esensi kita masing-masing. Setiap individu menentukan untuk dirinya sendiri apa itu yang benar, salah, indah dan jelek. Tidak ada bentuk universal, setiap orang memiliki keinginan untuk bebas (free will) dan berkembang. Tentu saja dalam quote tersebut kita melihat konsep ini secara jelas. Setiap individu adalah penentu nilai.

Terdapat beberapa masalah di dalam quote ini:

  1. Pandangan ini tidak bisa dihidupi. Mari kita berpikir lebih jauh dan mendalam. Kita tahu bahwa manusia telah jatuh ke dalam dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23) dan kecenderungan hatinya selalu berbuat dosa. Kalimat “Do what you love and love what you do” menyatakan bahwa kebenaran adalah bersifat subyektif. Benar atau salah tergantung kepada setiap individu. Bagaimana jika penganut pandangan ini suatu hari ditempelkan sebuah pistol di kepalanya oleh teroris yang beranggapan bahwa membunuh orang adalah perintah agama nya dan akan membawa ia ke surga sebagai Jihadis? Penganut pandangan ini mungkin akan berkata “Hei mengapa kau melakukan ini? Ini adalah kejahatan.” Teroris itu akan menjawab “Bukankah kau setuju bahwa setiap orang harus menyukai apa yang ia lakukan dan lakukan apa yang ia sukai, dan ini adalah apa yang kusukai, karena akan membawa ku masuk ke surga.” Jika orang itu konsisten dengan pandangannya, maka ia tidak boleh mempertanyakan atau menyalahkan perbuatan teroris tersebut. Lalu mungkin ada orang yang meluruskan dengan mengatakan bahwa pandangan ini sebenarnya adalah terbatas untuk pekerjaan kita, yaitu dengan belajar menyukai apa yang kita kerjakan dan lakukan pekerjaan yang kita sukai, agar pekerjaan menjadi maksimal. Akan tetapi, kita harus menyadari bahwa dalam bidang pekerjaan kita pun terdapat banyak sekali orang-orang yang sangat menyukai korupsi, berpolitik dengan kotor, berbuat curang terhadap pimpinan atau klien, dan sebagainya. Jika memang pandangan ini untuk pekerjaan, maka para koruptor juga boleh menggunakan quote tersebut, bahwa ia melakukan mencuri uang perusahaan atau uang rakyat atas dasar suka!
  2. Pandangan ini tidaklah Alkitabiah. Bagi orang Kristen, seluruh hidup kita direnggut bagi Kristus setelah kita menerima Kristus. Kita sebenarnya tidak berhak atas hidup kita sendiri. Kebenaran ini bukan saja bagi orang Kristen, tetapi juga bagi orang non-Kristen. Semua orang di dunia ini harus mengakui bahwa di luar dan di dalam diri manusia terdapat “hukum universal” yang mengatur seluruh kehidupan manusia dan manusia harus menurutinya (Rm.1:18-21; 2:12-16). Jika manusia melanggarnya, maka ia pasti mengalami kegelisahan atau bahkan kecelakaan. Misalnya, jika ada orang yang tidak menuruti hukum gravitasi dengan mencoba menjatuhkan diri dari lantai 2 sebuah gedung dan mengatakan “saya tidak percaya atau menuruti gravitasi”, lalu melompat, maka sudah dipastikan ia akan terluka atau bahkan mati. Kemudian, jika ada orang yang mengatakan bahwa benar atau salah adalah relatif, bergantung kepada masing-masing individu, maka ketika ia membunuh seseorang, ia akan mengalami kegelisahan atau perasaan bersalah yang mendalam, karena di dalam diri setiap manusia ada hati nurani yang merupakan “alat” Tuhan untuk menaruh hukum-Nya. Setiap orang yang menggunakan kebebasannya untuk menuruti apa yang ia sukai dan menurutnya membuat nya bahagia, ia justru akan menemukan ketidakbahagiaan, karena ia telah melanggar hukum-hukum yang sebenarnya Allah telah berikan dan dengan demikian ia merusak dirinya sendiri.

Allah justru mengajarkan kepada kita bahwa dalam segala sesuatu yang kita lakukan, harus sesuai dengan kehendak Dia dan apa yang Ia sukai, bukan apa yang kita sukai (Yak.4:13-17). Seluruh kehidupan orang percaya sudah direnggut oleh Kristus. Sama seperti Kristus berdoa “Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di Surga” (Mat.6:10) dan “Makananku ialah melakukan kehendak Bapa” (Yoh.4:34), demikian juga kita dituntut untuk melakukan apa yang Ia suka. Mari kita belajar mencermati dan mempertanyakan pandangan-pandangan hidup yang ada di sekitar kita dari wawasan dunia Kristen dan Alkitab yang adalah sumber Kebenaran yang tertinggi.

 

 

1] https://www.goodreads.com/quotes/547018-love-what-you-do-and-do-what-you-love-don-t

[2] https://myfilsafat.wordpress.com/2012/05/12/aliran-eksistensialisme/

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑