Yesus Mati disalib? Mana Buktinya?

Pribadi Isa di dalam agama Islam dan Yesus di dalam iman Kristen sering dianggap merujuk kepada pribadi yang sama. Di Indonesia, kenaikan Isa Almasih, yang sebenarnya adalah kenaikan Yesus Kristus dipersamakan dengan kenaikan Isa Almasih. Namun, apakah benar keduanya merujuk kepada pribadi yang sama? Jika melihat salah satu bagian dari doktrin teologi mengenai penyaliban Yesus, maka dapat ditemukan ternyata kedua agama ini meyakininya secara berbeda. Kematian Yesus Kristus dengan cara digantung di kayu salib merupakan doktrin utama di dalam kepercayaan iman Kristen, karena tanpa kematian-Nya semua doktrin Kristen secara otomatis akan runtuh. Kematian Kristus bermakna penebusan atas dosa umat manusia yang berawal dari kejatuhan Adam dan Hawa di dalam kitab Kejadian dan sejak itu juga Allah telah memberitakan Injil keselamatan pertama di dalam Kejadian 3:15, bahwa pada waktu-Nya Ia akan mengadakan permusuhan antara Hawa dengan iblis, mengalahkannya, dan membawa penebusan sepenuhnya dari keturunan Hawa.[1] Tidak hanya berjanji, tetapi Ia juga memberikan suatu lambang yang sangat penting, yaitu kematian yang pertama, penyembelihan hewan, yang nanti akan digenapi oleh kedatangan dan kematian Yesus Kristus sebagai Anak Domba Allah.                                                                 

Kematian Yesus Kristus yang menjadi doktrin sentral selama berabad-abad sejarah kekristenan ini justru ditentang oleh Islam, agama yang muncul sekitar 570 tahun setelah Yesus bangkit dan naik ke Surga. Isa (Yesus versi Islam) menjadi sosok kontroversial dan perdebatan selama 15 abad dan tidak pernah berujung sampai hari ini. Memang banyak yang berusaha menemukan titik temu atau common ground dalam usaha dialog antar umat beragama, yang dalam hal ini agama Abrahamic untuk menjalin relasi damai antara Kristen dan Islam.[2] Namun, hal ini tidak cukup berhasil, karena bagaimanapun perbedaan antara Yesus di dalam Alkitab terlalu jauh dan usaha untuk menemukan titik temu tidak dianggap proper bagi sebagian teolog atau apologet dari masing-masing pihak. Bagi muslim, mereka menganggap mereka lebih menghormati Yesus, meskipun ketika orang Kristen tidak menghormati Muhammad. Namun, pada saat yang sama, mereka mengatakan Yesus adalah “Allah yang lemah atau tidak penuh kuasa” jika Ia benar-benar mati disalib. Bukankah ini justru adalah sesuatu yang offensive bagi kekristenan?[3] Justru bagi kekristenan, demonstrasi kekuatan Allah tampak ketika Ia menanggalkan kekuatan-Nya dan menderita sama seperti kita manusia.[4] Dengan demikian, seberapapun besar usaha dialog antar agama, tidak dapat menghasilkan kesepakatan yang konklusif.                                                                                                  

Bagi Islam, kematian Yesus bukan suatu hal yang sentral. Muslim mengatakan secara teologis, itu tidak perlu terjadi, secara moral itu seharusnya tidak terjadi, dan secara sejarah itu tidak pernah terjadi.[5] Padahal, berdasar pada sejarah, kematian Yesus disalib merupakan sebuah fakta sejarah yang tidak mungkin lagi disangkal, sehingga sebenarnya tanpa seseorang menjadi Kristen pun, ia dapat melihat Yesus Kristus benar-benar mati disalib. Seperti yang dikatakan oleh Howard, bahwa Islam tidak menerima sejarah dengan serius dan menganggap fakta sejarah dapat ditemukan dari sebuah teks yang mereka anggap ilahi, sehingga mereka tidak benar-benar memperdulikan kebenaran sejarah.[6] Dari sini terlihat Islam memahami injil dengan perspektif yang berbeda, begitu juga ketika memahami mengenai pribadi Yesus sendiri. Injil dipahami sebagai dukungan atas berita yang disampaikan oleh Muhammad sebagai nabi terakhir.[7]                                                                            

Saya melihat perdebatan mengenai kematian Yesus adalah sebuah isu yang relevan sepanjang sejarah sampai hari ini. Muslim masih “menyerang” kekristenan dengan bantahannya terhadap kematian Yesus, seperti yang dilakukan oleh para apologet Islam di Youtube dan juga jurnal-jurnal di universitas-universitas Islam.[8] Saya berargumen umat muslim perlu mengerti dengan benar doktrin kematian Kristus dan signifikansinya terhadap umat Kristen, serta meneliti klaim-klaim teologis dari Al-Quran sendiri, karena jika diteliti lebih dalam, Al-Quran juga mengandung kesulitan-kesulitan atas teks-teks yang eksplisit ataupun implisit mengenai kematian Kristus. Selain itu, saya berargumen bahwa orang Kristen dan Muslim harus melihat bukti-bukti lain di luar dari kitab suci masing masing. Tanpa mengacu kepada teks-teks sejarah, masing-masing akan terus memegang keyakinan bahwa klaimnya adalah yang paling benar. Saya tidak bermaksud menggantikan kebenaran kitab suci dengan ilmu sejarah, tetapi sejarah atau teks-teks sejarah diizinkan Allah untuk terus berkembang sepanjang zaman sebagai media untuk mengetahui apa yang terjadi secara lebih objektif. Pada faktanya, Kristen dan Islam keduanya menggunakan sejarah dalam keyakinannya, sehingga keduanya tidak mungkin terlepas dari bukti-bukti sejarah.                                            

Artikel ini membahas mengenai perspektif teologis dan historis dari kematian Yesus dari pandangan doktrin Kristen dan Islam, bagaimana Alkitab dan catatan sejarah di luar Alkitab dan juga Al-Quran membuktikan kematian-Nya. Dengan artikel ini saya harapkan umat Kristen dapat semakin teguh percaya kepada fakta kematian Yesus Kristus dan mampu memberi pertanggungjawaban kepada orang-orang yang bertanya atau menyerang iman Kristen. Bagi umat muslim, mereka dapat membedakan apa yang menjadi keyakinan wahyu agama dengan fakta sejarah, dengan demikian tidak memaksakan keyakinan tersebut kepada umat Kristen yang meyakini penyaliban Yesus Kristus.

Kematian Yesus di dalam Perspektif Kristen                                                                       

Kematian Yesus Kristus di dalam iman Kristen tidak terlepas dari bagaimana Alkitab menceritakan kepada manusia mengenai grand narrative karya Allah di dalam dunia, yaitu penciptaan, kejatuhan ke dalam dosa, penebusan, dan penggenapan segala sesuatu. Di dalam kitab Kejadian, manusia ciptaan Allah telah jatuh ke dalam dosa, dengan memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat, yang dilarang oleh Allah. Kejatuhan ke dalam dosa tersebut merupakan suatu hal yang serius dan begitu kompleks. Mengapa? Karena manusia berdosa langsung kepada Allah dan hal tersebut menyebabkan seluruh ciptaan juga berada di dalam kuasa dosa. Calvin menyebut dosa pertama yang dilakukan Adam adalah dosa keangkuhan yang menyebabkan ketidaksetiaan terhadap Allah.[9] Dosa tersebut akan menggiring semua manusia ke dalam penghukuman Allah yang kekal. Hal ini menyebabkan doktrin keselamatan menjadi sangat penting, yaitu bagaimana manusia dapat bebas, diselamatkan dari hukuman dosa.          

Oleh karena Allah begitu beranugerah, setelah Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, Ia dengan segera memberikan tanda yang juga sekaligus adalah gambaran solusi, yaitu Allah menyediakan makhluk lain untuk menutupi kemaluan mereka, yaitu dengan mengorbankan hewan.[10] Allah sendirilah yang menyembelihnya, sehingga terjadi penumpahan darah dan kulit dari hewan tersebut dapat membalut manusia itu dan istrinya: “Tuhan Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk istrinya” (Kej. 3:21). Pengorbanan hewan, baik sebagai persembahan kepada Allah maupun sebagai penebusan dan penghapus dosa ini juga akan kita temukan di sepanjang sejarah perjalanan bangsa Israel yang diceritakan di dalam Perjanjian Lama, mulai dari anak-anak Adam dan Hawa sendiri, Nuh, Abraham, Musa, dan sampai zaman Yesus lahir ke dunia (Kej. 4:4; 8:20; 15:9-10; Im. 1-7; Mat. 26:18). Namun, pengorbanan hewan ini tidak dapat menghapus dosa manusia secara permanen, karena memang Allah tidak memaksudkannya, melainkan hal tersebut sebagai “lambang” sementara.                 

Pada kitab Perjanjian Baru, “Anak Domba Allah” yang sejati itu datang ke dunia, yaitu Yesus Kristus, yang berinkarnasi menjadi manusia, Ia yang akan mati dikorbankan secara sempurna untuk mendamaikan manusia dan seluruh ciptaan dengan Allah. Untuk maksud pendamaian ini, Paulus menjelaskan: “dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus.” Melalui pendamaian ini, manusia yang percaya kepada-Nya, yang sebelumnya telah corrupted dan memberontak, diubah statusnya dari seorang yang terhukum menjadi “orang benar” (justification). Secara progresif, mereka dikuduskan dan terus bertumbuh untuk mencapai keserupaan dengan Kristus.

Sejak kisah Adam sampai kitab Wahyu, Alkitab menunjukkan bagaimana Allah bekerja dalam sebuah proyek keselamatan bagi dunia dan salib Kristus menjadi titik sentral dari semuanya. Keempat Injil saling memberi konfirmasi mengenai nubuatan yang ditulis dalam PL yang tergenapi di dalam kehidupan Yesus Kristus, kematian, kebangkitan, dan kenaikan-Nya ke Surga. Namun, tidak banyak pemaknaan kehidupan Yesus tersebut yang diberikan oleh keempat penulis. Akan tetapi, Paulus dan rasul-rasul lain menjelaskan makna kematian Yesus dengan begitu kaya. Paulus dengan sangat baik dan dapat dikatakan paling banyak menjelaskan dengan sangat eksplisit tentang kematian Kristus, ia mengatakan, “Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa (Rm. 5:8).”[11] Paulus juga menulis, “Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!” (Gal. 3:13). Dalam Filipi 2 ia juga menjelaskan:

“… yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib… supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!”

Masih banyak lagi penjelasan teologis mengenai salib Kristus dari Paulus dan juga rasul lain.[12] Berdasarkan ayat-ayat tersebut kita melihat Paulus menjelaskan bahwa kematian Yesus merupakan peristiwa historis sekaligus bermakna teologis, yaitu kasih Allah ditunjukkan kepada manusia dengan cara mengorbankan Anak-Nya yang tunggal bagi penebusan dosa umat manusia. Manusia telah jatuh ke dalam dosa dan segala kecenderungannya adalah berbuat dosa, bahkan di dalam kebaikan manusiapun tersimpan dosa. Konsep dosa di dalam kekristenan cukup berbeda dengan konsep agama lain, yaitu dosa bukan sekedar perbuatan amoral, terisolasi, tetapi suatu hal yang memiliki signifikansi yang sangat besar bagi ciptaan keseluruhan, sehingga tidak hanya rusaknya seluruh aspek hidup manusia, bahkan alam tempat di mana manusia hidup sudah tersentuh dan terpolusi oleh dosa.[13] Dengan demikian, penebusan juga harus bersifat menyeluruh.[14] Tidak mungkin manusia dapat melakukannya, sehingga harus Allah sendiri yang tidak berdosa yang dapat menjadi penebus.

Kematian Yesus Di Dalam Perspektif Islam                                                                       

Quran memberikan beberapa julukan yang terhormat kepada Yesus melebihi figur manapun sepanjang sejarah. Ia dianggap sebagai sign (tanda), mercy (belas kasihan/pengampunan), Messiah (mesias), anak Maria, nabi, kalimatulah (firman allah),dan  ruhullah (roh allah).[15] Yesus diceritakan juga melakukan berbagai mujizat, baik sama seperti yang dikisahkan dalam kitab Injil maupun yang tidak dikisahkan.[16] Tiga surah di dalam Quran bahkan diberi nama sebagai referensi atas Yesus, yaitu surah 3 (Al-Imran), 5 (Al-Maidah), dan 19 (Maryam).[17] Yesus di dalam iman Kristen disebut dengan nama Isa di dalam Al-Quran. Ia disebut sebanyak 93 kali dalam 15 surah.[18] Di dalam bahasa Ibrani nama “Yesus” berasal dari kata Ibrani Yeshua – הוֹשֻׁעַ yang berarti Allah adalah keselamatan dan di dalam Yunani dipakai kata Iesous – Ἰησοῦς. Tidak diketahui dengan pasti bagaimana Muhammad dapat menyebut nama Yesus dengan Isa di dalam Quran.                                                                       

Dengan melihat fakta-fakta tersebut, Isa merupakan salah satu nabi yang sangat besar di dalam Islam. Ia merupakan utusan Allah untuk membawa kembali orang Yahudi menyembah Allah yang benar dan menunjukkan jalan yang lurus, serta menubuatkan kedatangan Muhammad, bukan untuk mati, apalagi menebus dosa manusia.[19]                                                                                                                            

Ayat yang diyakini merupakan poin utama penolakan atas kematian Yesus ada di dalam surah 4.157:

“Dan (Kami hukum juga) karena ucapan mereka, “Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah,” padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh adalah) orang yang diserupakan dengan Isa. Sesungguhnya mereka yang berselisih pendapat tentang (pembunuhan) Isa, selalu dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka benar-benar tidak tahu (siapa sebenarnya yang dibunuh itu), melainkan mengikuti persangkaan belaka, jadi mereka tidak yakin telah membunuhnya”.[20]

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan ayat ini dan siapakah yang disebut “mereka”? Seorang ahli tafsir Quran dari abad ke-14, Ibn Kathir (1301-73M) menjelaskan:

Pada malam Isa ingin dibunuh oleh orang-orang Yahudi, ia diceritakan mengumpulkan murid-muridnya di rumah dan bertanya kepada mereka siapa yang rela menggantikan dia untuk mati dibunuh dengan cara wajahnya akan disamarkan seperti Isa dan siapa yang bersedia akan masuk ke dalam Surga bersamanya. Seorang pemuda menawarkan dirinya, tetapi Isa menolak. Kedua kalinya ia bertanya kepada mereka dan pemuda itu masih bersikeras untuk menggantikannya, tetapi Isa masih menolaknya. Ketiga kalinya Isa menawarkan itu dan pemuda itu masih menawarkan dirinya dan akhirnya Isa menyetujui. Setelah itu Allah mengangkat Isa ke surga. Kemudian ketika orang-orang Yahudi mengepung rumah itu, mereka menemukan murid yang sudah disamarkan mukanya dan menangkapnya, serta menyalibkannya. Dari sinilah kepercayaan Kristiani bahwa Yesus telah disalib.[21]

Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Ibn Kathir, orang-orang Yahudi sebenarnya telah tertipu dengan mengira bahwa yang mereka tangkap adalah Isa ibn Maryam. Allah telah mengubah wajah seorang murid Isa untuk menggantikannya mati disalib, sedangkan Isa telah diangkat ke Surga pada waktu penangkapan tersebut, “… Mereka benar-benar tidak tahu (siapa sebenarnya yang dibunuh itu), melainkan mengikuti persangkaan belaka, jadi mereka tidak yakin telah membunuhnya” (4:157). Pandangan ini dikenal dengan substitution theory, teori yang mengatakan Isa diganti oleh orang lain pada saat ingin dibunuh.[22] Tafsir al-Jalalayn juga menegaskan bahwa orang-orang Yahudi dengan sombongnya mengatakan bahwa mereka telah membunuh Isa, yang sebenarnya bukanlah Isa, melainkan salah satu pengikutnya.[23] Namun, para muslim tidak dapat mengetahui dengan pasti siapakah anak muda yang menyerahkan dirinya untuk menggantikan Isa.[24] Ada yang mengatakan pemuda itu adalah Yohanes murid Yesus, Simon dari Kirene, atau Yudas. Tidak hanya tafsiran mengenai siapa yang disalib, sebagian kelompok muslim bahkan berpendapat bahwa Isa benar disalib, tapi tidak sampai mati, melainkan hanya pingsan beberapa saat lamanya dan setelah itu berhasil disembuhkan, lalu pergi ke India, seperti yang diyakini oleh kaum Ahmadiyah.[25] Pandangan ini disebut swoon theory. Meskipun kaum Ahmadiyah ditolak oleh sebagian besar kaum muslim, namun perspektif mereka cukup besar mewarnai penafsiran mengenai kematian Isa dan bahkan dipegang oleh apologet besar seperti Ahmed Deedat dan Shabir Ally.[26]                                                                        

Bagaimanapun pandangan mereka, mayoritas muslim pada intinya tetap menolak Isa sebagai nabi Allah mati disalib. Qureshi menjabarkan tiga keberatan muslim terhadap klaim kekristenan tentang kematian Kristus: 1) Bagaimana mungkin Allah mati? Bagi muslim ini adalah hal yang aneh, bagaimana mungkin Yesus yang dianggap Allah dapat mati? Lalu ketika Allah mati, siapa yang mengontrol alam semesta? 2) Bukankah tidak adil bahwa Allah menghukum Yesus atas dosa manusia? Ayah macam apa yang menghukum anaknya sendiri karena dosa orang lain? 3) Keagungan Allah menjadi penghalang bagi-Nya untuk mati menyelamatkan manusia berdosa.[27] Bagi mereka sama sekali tidak masuk akal bahwa Allah tidak sanggup menyelamatkan Isa dari kematian yang memalukan, padahal Allah mengizinkan banyak sekali mujizat yang luar biasa pada Isa. Penyelamatan Allah atas Isa merupakan bukti bahwa Allah lebih unggul atas rencana orang-orang Yahudi.[28] Meskipun demikian, Islam memiliki kesulitan atas argumen tersebut, karena kenyataannya Muhammad yang adalah nabi yang lebih tinggi dari Isa, malah mengalami kematian akibat diracuni oleh seorang wanita Yahudi.[29] Anna menyatakan keberatan karena hukuman penyaliban di dalam Islam adalah untuk orang-orang yang melawan Allah dan nabi, seperti yang ditulis dalam surah 5:33. Oleh karena itu, ia mempertanyakan atas dasar apa Isa disalib? Isa tidak melawan Allah dan Muhammad, justru ia mengajak manusia untuk menyembah Allah yang benar dan ia sendiri diutus untuk menunjukkan kedatangan nabi terakhir, yaitu Muhammad.[30]                                                                                                          

Di sisi lain, Islam juga memiliki kesulitan dari ayat-ayat Quran yang cukup eksplisit menyatakan kematian Isa, misalnya saja di dalam surah Ali Imran 3:55 dan surah Maryam 19:33 dikatakan bahwa Allah akan membuat Isa mati dan Isa sendiri menyatakan bahwa ia berdoa supaya kesejahteraan dilimpahkan kepadanya pada hari wafatnya:

3.55: ˹Remember˺ when Allah said, “O Jesus! I will take you1 and raise you up to Myself. I will deliver you from those who disbelieve, and elevate your followers above the disbelievers until the Day of Judgment. Then to Me you will ˹all˺ return, and I will settle all your disputes (Ingatlah, ketika Allah berfirman, “Wahai Isa! Aku mengambilmu dan mengangkatmu kepada-Ku, serta menyucikanmu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikutimu di atas orang-orang yang kafir hingga hari Kiamat. Kemudian kepada-Ku engkau kembali, lalu Aku beri keputusan tentang apa yang kamu perselisihkan) .

19.33: “Peace be upon me the day I was born, the day I die, and the day I will be raised back to life!” (“Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali”).

Kata I will take you (3.55) di dalam bahasa Arabnya menggunakan kata mutawaffika, yang dapat berarti “membuat seseorang mati.”[31] Kata itu digunakan dalam arti demikian di dalam surah 2.241 dan 6.60. Di surah 19.33 juga dikatakan Isa menyebut sendiri hari kematiannya. Perkataan ini sudah jelas berkontradiksi dengan surah 4.157 dan keyakinan muslim sendiri yang mengatakan Isa tidak mati di dunia ini pada masa hidupnya, baik disalib ataupun tidak. Lalu bagaimana mereka merekonsiliasinya? Oleh karena itulah, sejak awal Islam menginterpretasi ayat tersebut dengan mengatakan bahwa Yesus nanti akan turun dari Surga ke bumi, tinggal selama 40 tahun lalu mati secara manusiawi di Madinah, seperti yang dikatakan oleh ahli tafsir Islam, Baidawi.[32] Tradisi Sunni Islam yang ditulis oleh Sunan Abu Dawud dalam haditsnya juga menyatakan bahwa Isa akan datang kembali sebagai manusia, mengenakan jubah ringan, bertarung demi nama Islam, menghancurkan salib, membunuh babi, menghapuskan jizyah serta menghapus agama lain selain Islam, dan setelah hidup selama 40 tahun, ia akan mati.[33] Sahih Muslim juga menceritakan kedatangan kembali Isa dengan sedikit variasi.[34]       

Kita juga melihat keyakinan yang sama dalam golongan Shia, bahwa Isa akan datang sebelum Mahdi dan mempersiapkan jalan untuknya. Mereka akan bekerja sama untuk membawa kedamaian dunia dan bersiap untuk penghakiman terakhir.[35] Ia juga membawa pasukan malaikat untuk membunuh para antikris, membunuh babi, dan menghancurkan salib serta gereja-gereja. Dia akan berkuasa di Yerusalem selama 50 tahun dan terus meluaskan Islam ke seluruh dunia. Kemudian ia akan mati dan dikuburkan dekat kuburan Muhammad di Medina, menunggu kebangkitan orang mati di hari terakhir.[36] Jadi mengenai kontradiksi tersebut, Islam menganggap kematian Isa bukan pada saat ia ada di dunia, tetapi ketika nanti ia kembali ke dalam dunia untuk kedua kalinya.

Pembahasan                                                                                                                        

Baik Quran dan Alkitab menceritakan kisah mengenai Yesus yang berbeda begitu jauh, terutama mengenai hal-hal yang sangat prinsip di dalam kekristenan. Tiga hal yang paling inti di dalam kekristenan untuk manusia dapat berekonsiliasi dengan Allah, yaitu Yesus adalah Allah, Yesus mati disalib, dan Ia bangkit. Semua ini ditolak di dalam Islam, karena bagi yang percaya Yesus adalah Allah akan dimasukkan ke dalam neraka.[37] Jadi, bagaimana mengetahui Yesus disalib atau tidak? Kepercayaan mana yang benar? Kita mengenal hukum logika non-kontradiksi, yaitu dua hal yang bertentangan tidak dapat benar secara bersama di dalam waktu dan konteks yang sama,[38] sehingga penyaliban Yesus benar terjadi atau memang tidak pernah terjadi, tidak mungkin keduanya benar.[39]        

Untuk menjawab tantangan ini, khususnya dalam membangun relasi dialog antar agama, Larson sebenarnya menawarkan apa yang ia sebut dengan simple gospel, yang berakar dari nubuatan tentang Yesus dalam Perjanjian Lama.[40] Sebelum kematian-Nya dalam Lukas 18:31-33, Yesus menjelaskan bagaimana proses kematian-Nya sendiri, “Sebab Ia akan diserahkan kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, diolok-olokkan, dihina dan diludahi, dan mereka menyesah dan membunuh Dia, dan pada hari ketiga Ia akan bangkit.” Selain itu juga dari nubuatan Allah kepada Musa (Ul. 18:18), Daud (Mzm. 22), dan Yesaya 53. Larson juga mengatakan bahwa kita dapat menjelaskan konsep Idul Adha untuk masuk ke dalam konsep kematian Kristus.[41] Hans Kung, seorang Teolog Katolik dari Swiss mencoba merekonsiliasi pandangan Kristen dan Islam. Kung mengatakan Islam merupakan perkembangan dari Jewish Christianity yang berkembang ratusan tahun di padang gurun Arab setelah kehancuran Bait Suci Yerusalem tahun 70M.[42] Ia mengatakan Kristologi dalam Islam adalah yang paling dekat dengan kehidupan para murid/rasul saat itu. Hal ini diyakini dapat menembus tembok antara Kristen-Muslim, sehingga kedua agama ini pada akhirnya dapat menuju satu titik perdamaian.[43] Akan tetapi, apakah pencarian titik temu antar keduanya merupakan metode yang proper? Pada umumnya, orang ingin sekali mencari titik temu dalam usaha perdamaian relasi, tetapi cara ini hanya akan membangun relasi damai yang palsu. Bagaimanapun juga kebenaran harus lebih tinggi dari sekedar jalinan perdamaian di atas kebohongan teologis, karena memang keduanya (Isa dan Yesus) tidaklah sama.                                            

Saya berpendapat klaim teologis dari masing-masing pihak akan sulit sekali membawa kepada kesepakatan, meskipun kekristenan meyakini Roh Kudus dapat bekerja untuk meyakinkan. Salah satu syarat yang dapat digunakan untuk membuktikan suatu kebenaran adalah dengan uji korespondensi, yang meyakini bahwa agar sebuah pernyataan dapat dianggap benar, harus ada beberapa korespondensi yang selayaknya antara pernyataan-pernyataan yang benar dengan fitur-fitur aktual dari dunia ini,[44] sehingga diperlukan cara lain untuk membangun dialog yang baik dan salah satunya adalah dengan melihat apa yang tertulis dalam sejarah. Kisah kehidupan dan kematian Yesus tidak hanya tertulis di dalam 4 injil dan surat-surat Paulus, tetapi juga tertulis dalam laporan sejarah tokoh-tokoh yang bukan Kristen. Ini merupakan bukti eksternal yang cukup kuat. Bukti tersebut ditulis oleh mereka yang tahu dan yakin cerita itu adalah fakta, meskipun mereka sendiri tidak setuju atau menentang klaim-klaim di dalam kekristenan sendiri.[45] Mereka adalah orang Yahudi dan Romawi, yang tidak punya kepentingan apa-apa terhadap kekristenan.

  1. Josephus (37-100M)

Josephus mendeskripsikan beberapa peristiwa penting di dalam karyanya Antiquities of the Jews. Ia mendeskripsikan kematian Yohanes Pembaptis, eksekusi Yakobus saudara Yesus[46], dan Yesus sebagai “orang bijak.”

“Now there was about this time Jesus, a wise man, if it be lawful to call him a man; for he was a doer of wonderful works, a teacher of such men as receive the truth with pleasure. He drew over to him both many of the Jews and many of the Gentiles. He was [the] Christ. And when Pilate, at the suggestion of the principal men amongst us, had condemned him to the cross, those that loved him at the first did not forsake him; for he appeared to them alive again the third day; as the divine prophets had foretold these and ten thousand other wonderful things concerning him. And the tribe of Christians, so named from him, are not extinct at this day.”[47]

Masih banyak kisah kehidupan Yesus, mujizat yang dilakukan, kebangkitan, dan statusnya sebagai “Mesias” ditulis dalam karyanya yang lain.

2. Thallus (5 – 60 AD)

Thallus merupakan seorang sejarawan asal Samaria yang menulis sejarah mengenai wilayah Mediterania pada pertengahan abad pertama, sekitar 20 tahun setelah penyaliban Yesus. Memang pada saat ini kita tidak dapat menemukan tulisan asli dari Thallus, tetapi pada tahun 221 M, seorang yang bernama Sextus Julius Africanus menulis sebuah teks mengenai tulisan Thallus. Dari situ kita menemukan bahwa Thallus pernah menuliskan sebuah kejadian pada saat penyaliban Yesus, yaitu terjadi kegelapan yang menutupi bukit Golgota. Africanus menuliskan:

“On the whole world there pressed a most fearful darkness; and the rocks were rent by an earthquake, and many places in Judea and other districts were thrown down. This darkness Thallus, in the third book of his History, calls, as appears to me without reason, an eclipse of the sun.”[48]

Sekalipun Thallus sepertinya menolak bahwa kegelapan yang terjadi itu merupakan peristiwa supranatural dari Allah, tetapi tidak bisa disangkal ia menulis suatu fakta yang benar-benar terjadi, sesuai dengan apa yang ditulis oleh penulis kitab Injil.[49]

3. Tacitus (56 – 117 M)

Cornelius Tacitus dikenal dalam analisisnya terhadap dokumen-dokumen sejarah dan seorang sejarawan yang kredibilitasnya tinggi di antara sejarawan kuno. Dia adalah senator di bawah kaisar Vespasianus. Dalam tulisannya Annals sekitar tahun 116 M, dia mendeskripsikan respon kaisar Nero terhadap kebakaran di kota Roma dan menyalahkan orang-orang Kristen:

Consequently, to get rid of the report, Nero fastened the guilt and inflicted the most exquisite tortures on a class hated for their abominations, called Christians by the populace. Christus, from whom the name had its origin suffered the extreme penalty during the reign of Tiberius at the hands of one of our procurators, Pontius Pilatus, and a most mischievous superstition, thus checked for the moment, again broke out not only in Judaeam the first source of the evil, but even in Rome, where all things hideous and shameful from every part of the world find their centre and become popular.[50]

Martin Hengel menuliskan dengan detail fakta penyaliban yang dipraktekkan oleh bangsa Romawi memang merupakan tradisi penghukuman yang banyak sekali dilakukan pada saat itu dan ia mengutip Herodotus yang mencatat praktek hukuman salib sudah ditemukan dari zaman Persia dan kita juga bisa menemukannya di dalam Alkitab mengenai kisah Haman yang disulakan pada tiang.[51] Ia juga mengutip Seneca bahwa proses penyaliban dilakukan dengan beberapa variasi:

“I see crosses there, not just of one kind but made in many different ways: some have their victims with head down to the ground; some impale their private parts; others stretch out their arms on the gibbet.”[52]

Tidak ada yang dapat hidup dalam proses penghakiman ini. Bahkan Gary Habermas seorang sejarawan yang meneliti secara khusus mengenai kematian Yesus mengatakan:

They used what’s called a flagrum, a whip that was designed to rip skin off the body and cause excessive bleeding. After just a few lashes, the victim’s skin began to come off in ribbons and their muscles tore. After a few more lashes, the muscles became like pulp. Arteries and veins were laid bare. Sometimes the flagrum would reach around the abdomen and the abdominal wall would give way, causing the victim’s intestines to spill out. Obviously, many people died during the flogging alone.[53]

Argumen dan fakta juga tidak hanya meruntuhkan pandangan muslim Sunni, tapi juga  keyakinan Ahmadiyah yang mengatakan Yesus tidak mati setelah disalib. Injil tepat sekali ketika menceritakan bagaimana dua penjahat dipatahkan kakiknya dan Yesus ditusuk lambungnya sebagai tindakan memastikan korban pasti mati (Yoh. 19:32-34).                                                                                                                       

Fakta historis ini tentu saja tidak dapat langsung diterima oleh kaum muslim, karena bagi mereka suatu kebenaran tidak dapat hanya dinilai dari sejarah, tapi berdasarkan wahyu, karena wahyu Allah adalah yang tertinggi. Muslim sulit sekali untuk bisa masuk ke dalam ranah historical criticism. Mayoritas muslim yang meyakini apabila Allah yang berbicara, maka hal itu dapat dijadikan fakta sejarah, karena Allah yang Mahakuasa dan yang adalah pencipta yang berbicara hal tersebut.[54] Jadi, ketika Quran berkata Yesus tidak mati, maka sudah pasti benar Yesus tidak mati. Klaim ilahi ini tentunya membuat etos naturalistic dari kritik sejarah sulit membuat kemajuan. Ditambah lagi muslim modern masih percaya an enchanted world dari mujizat, jin, dan providensia allah.                                                   

Berdasarkan cara pandang dari kritik sejarah, Quran punya masalah besar dengan klaim-klaimnya tentang Yesus, karena Quran baru muncul sekitar 600 tahun setelah Alkitab ditulis atau dari masa hidup Yesus sendiri. Isu ini sangat problematis dan membuat kredibilitas Quran tidak bisa dipertahankan. Dan jika dilihat kisah-kisah yang ditulis dalam Quran mengenai Yesus, dapat diketahui kisah ini berasal dari mana dan untuk itu para ahli sepakat kisah-kisah tersebut sama dengan tulisan apokrifa yang muncul di abad-abad awal kekristenan, terutama sama dengan cerita yang tertulis di Injil Barnabas. Howard mengatakan bahwa beberapa orang muslim percaya injil Barnabas ini sebagai cerita yang dapat dipercaya tentang kehidupan Yesus dan pelayanannya, padahal ternyata Injil Barnabas ternyata mungkin baru ditulis di akhir abad pertengahan, bahkan di dalam bahasa Italia dan Spanyol, yang sudah jelas tidak mungkin ditulis di abad-abad awal Kekristenan.[55] Sedangkan Injil dan surat para rasul sudah terbukti ditulis hanya berjarak 20-50 tahun setelah masa Yesus.                                                                                                                        

Interpretasi Quran terhadap kematian Yesus telah membuat kesulitan teologis dalam menghubungkannya dengan standar kritik sejarah. Asumsi-asumsi mendasar tentang realitas yang menentukan pandangan dunia dari komunitas religius tertentu (tersurat ataupun tersirat) diterima oleh komunitas itu sebagai kebenaran.[56] Hal ini seakan membuat penyaliban Yesus “diruntuhkan” dengan kedatangan Quran. Kita semua dipaksa melalui strategi atau interpretasi muslim ini kepada kesimpulan bahwa jika Allah memang mengingini seluruh orang yang menjadi Kristen pada saat itu di bawah kekeliruan memahami fakta penyaliban, maka fakta sejarah yang sesungguhnya tidak dapat dipercaya. Peristiwa penyaliban Yesus yang dilihat oleh mereka adalah penipuan hasil inisiatif allah. Fakta historis mengenai Kristus dipakai dalam agenda Islam untuk mendukung klaim Muhammad sebagai true dan last prophet.[57] Keyakinan ini bukanlah sebuah pilihan bagi pemeluknya dan diharapkan diterima sebagaimana adanya dengan rela. Jika demikian, maka tidak perlu dipertanyakan lagi apakah penelitian sejarah mampu mencapai kebenaran di balik ilusi yang dilakukan oleh Allah tersebut. Kita tidak hanya berada dalam konflik antara klaim religius dengan kritik sejarah, tetapi juga tradisi agama telah “melancarkan senjata pamungkas” yang jika diterima secara serius, akan menghancurkan fondasi historical scholarship dan bahkan semua klaim empiris, termasuk agama sendiri.

Kesimpulan

Yesus di dalam Alkitab dan Isa dalam Quran tidak merujuk kepada pribadi yang sama, karena tidak mungkin peristiwa penyaliban Kristus merupakan suatu kebenaran sekaligus kebohongan dalam waktu dan konteks yang sama. Berdasarkan tulisan dan nubuatan dalam Alkitab sendiri, kematian Yesus merupakan hal yang masuk akal, dimana manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri, sehingga Allah berinisiatif untuk menggantikan posisi manusia, mati dihukum, menebus dosa manusia agar dapat diperdamaikan dengan Allah.                                                 Peristiwa penyaliban bukan hanya dongeng atau kepercayaan teologis semata di dalam iman Kristen, tetapi merupakan fakta sejarah yang ditulis oleh sekian banyak orang tidak jauh setelah peristiwa itu sendiri, sehingga tidak ada yang berani menyangkalnya pada waktu itu, karena banyak saksi mata yang dapat mengklarifikasinya. Teks-teks sejarah abad-abad awal di luar kekristenan, seperti Josephus, Thalus, Tacitus, dan masih banyak penulis sejarah kuno yang terbukti mencatat peristiwa kematian Kristus di kayu salib.

Wahyu Allah tidak mungkin bertentangan dengan fakta sejarah, apalagi dipakai sebagai penipuan sejarah terhadap manusia sebagai klaim teologis. Sejarah juga adalah bagian dari wahyu umum Allah, yang Allah izinkan berkembang sepanjang zaman. Sejarah tidak lebih tinggi dari pewahyuan, tetapi sebagai sarana meneguhkan klaim-klaim teologis dari agama-agama yang ada.


[1] Stephen Tong, Theologi Penginjilan (Surabaya: Momentum, 2017), 10.

[2] Kristen, Islam, dan Yahudi dianggap rumpun agama Abrahamic, karena sama-sama percaya mereka berasal dari leluhur yang sama, yaitu Abraham.

[3] Nabeel Qureshi, No God But One: Allah or Jesus? (Grand Rapids: Zondervan, 2016), 80.

[4] Josh McDowell dan Sean McDowell, Jesus: Dead or Alive (California: Regal, 2009), 33.

[5] Warren Larson, Jesus in Islam and Christianity: Discussing the Similarities and the Differences (Missiology, Vol. 36 No. 3, 2008), 327-341.

[6] Damian Howard, Who Do You Say that I Am?: Christians and Muslims Disputing the Historical Jesus (Neotestamentica, Vol. 49, No. 2, 2015), 297-320.

[7] David E. Singh, Rethinking Jesus and the Cross in Islam (Mission Studies 23, No. 2, 2006), 239- 260.

[8] Dalam sebuah video ceramah di Youtube, Dr. Zakir Naik mengatakan bahwa Yesus tidak mungkin mati, https://www.youtube.com/watch?v=ZxihAR4f9oU.

[9] John Calvin, Institutes of Christian Religion, ed. John T McNeill, terj. Ford Lewis Battles (Louisville: Westminster Press, 1960), II.i.iv.

[10] Stephen Tong, Theologi Penginjilan., 11.

[11] John Murray, Penggenapan dan Penerapan Penebusan, terj. Sutjipto Subeno, ed. Hendry Ongkowidjojo (Surabaya: Penerbit Momentum, 2017), 4.

[12] 1 Kor. 11:23-25; 15:3-4; Kol. 1:20; 1 Pet. 2:24; 1 Yoh. 2:2; 3:16.

[13] Albert M. Wolters, Pemulihan Ciptaan, terj. Ichwei G. Indra, ed. Stevy Tilaar (Surabaya: Penerbit Momentum, 2008), 63.

[14] Wolters, Pemulihan Ciptaan, 84.

[15] Geoffrey Parrinder, Jesus In the Quran (Oxford: Oneworld Publications, 2003), 16.

[16] Evilia Susanti, Isa Ibnu Maryam dalam Perspektif Islam dan Protestan (Al-Hikmah: Jurnal Studi Agama-Agama 1, No. 2, 2015), 8.

[17] Parrinder, Jesus In the Quran, 16.

[18] Parrinder, Jesus In the Quran, 16.

[19] Sura 3.51; 61.6

[20] https://quran.kemenag.go.id/sura/4/157. (Diakses 11 April 2021).

[21] http://m.qtafsir.com/Surah-An-Nisa/The-Evil-Accusation-the-Jews-U—. (Diakses 8 April 2021).

[22] Nabeel Qureshi, Seeking Allah Finding Jesus: A Devout Muslim Encounters Christianity (Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2014), 63.

[23]https://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=1&tTafsirNo=74&tSoraNo=4&tAyahNo=157&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2. (Diakses 18 April 2021),

[24] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2007), 648, dikutip dalam Muhammad Thaib Muhammad, Hakikat Nabi Isa dalam Perspektif Al-Quran (Al-Mu’ashirah 14, No. 1, 2017), 78-87.

[25] Salah satu sekte Islam yang terbentuk sekitar tahun 1889 oleh Mirza Ghulam Ahmad, seorang yang mengaku dirinya adalah nabi setelah Muhammad. Golongan Ahmadiya dianggap golongan sesat oleh muslim Sunni dan Shia. Lih. Qureshi, Seeking Allah Finding Jesus, 32.

[26] Qureshi, Seeking Allah Finding Jesus, 62.

[27] Qureshi, No God but One, 90.

[28] Dian Nur Anna, Penyaliban Yesus dalam Perspektif Psikologis Umat Kristen dan Umat Islam (Religi Jurnal Studi Agama-Agama 12, No. 2, 2016), 145-168.

[29] Muhammad diyakini mati diracuni oleh wanita Yahudi yang keluarganya telah dibunuh oleh Muhammad sendiri. Di dalam hadits Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim diceritakan bahwa Muhammad diundang makan oleh wanita tersebut dan dihidangkan domba, tetapi ternyata domba tersebut beracun dan Muhammad telah memakannya dan merasakan racun tersebut bekerja. Tidak lama setelah kejadian tersebut, Muhammad tetap merasakan efek racun tersebut dan Shahih Al-Bukhari 4428 mencatat Muhammad berkata kepada Aisha, istrinya, bahwa ia mengalami sakit pada aortanya (arteri yang membawa oksigen dalam darah ke seluruh tubuh) dan dipercaya ia mati karena sakit tersebut. Yang menarik adalah Muhammad sendiri menerima pewahyuan dari allah bahwa jika Muhammad menyampaikan nubuatan palsu atau dengan kata lain adalah nabi palsu, maka allah akan menghukumnya dengan memotong aortanya. Kisah racun ini seakan-akan membuktikan Muhammad memang adalah nabi palsu. Lih. Shahih Al-Bukhari 2617, 4428; Shahih Muslim 5430; Sunan Abu Dawud 4498; Sura 69:44-46.

[30] Anna, Penyaliban Yesus dalam Perspektif Psikologis Umat Kristen dan Umat Islam, 151.

[31] Parrinder, Jesus In the Quran, 105.

[32] Parrinder, Jesus In the Quran, 105.

[33] Sunan Abu Dawud 4311

[34] Shahih Muslim 155

[35] David Shenk, Muslims and Christians: Eschatology and Mission (International Bulletin of Missionary Research 33, No. 3, 2009): 120-123.

[36] Shenk, Muslims and Christians: Eschatology and Mission, 123.

[37] Ravi Zacharias dan Vince Vitale, Jesus Among Secular Gods (New York: Faith Words, 2017), 95-96.

[38] Ronald H. Nash, Konflik Wawasan Dunia, terj. Irwan Tjulianto, ed. Trivina Ambarsari dan Solomon Yo (Surabaya: Penerbit Momentum, 2000), 76.

[39] Harold Netland, Encountering Religious Pluralism: Tantangan bagi Iman & Misi Kristen, terj. Selviya Hanna (Malang: Literatur SAAT, 2015), 196.

[40] Larson, Jesus in Islam and Christianity, 333.

[41] Larson, Jesus in Islam and Christianity, 333.

[42] Howard, Who Do You Say that I Am? 313.

[43] Howard, Who Do You Say that I Am? 313.

[44] Paul K. Moser, Dwayne H. Moulder, dan J. D. Trout, The Theory of Knowledge: A Thematic Introduction (New York: Oxford Univeristy Press, 1998), 65.

[45] J. Warner Wallace, Cold-Case Christianity (Colorado Springs: David C. Cook Kingsway Communication, 2013), 195.

[46] Di dalam bukunya ia menuliskan tentang Yakobus: “And now Caesar, upon hearing the death of Festus, sent Albinus into Judea, as procurator. But the king deprived Joseph of the high priesthood, and bestowed the succession to that dignity on the son of Ananus, who was also himself called Ananus. Now the report goes that this eldest Ananus proved a most fortunate man; for he had five sons who had all performed the office of a high priest to God, and who had himself enjoyed that dignity a long time formerly, which had never happened to any other of our high priests. But this younger Ananus, who, as we have told you already, took the high priesthood, was a bold man in his temper, and very insolent; he was also of the sect of the Sadducees, who are very rigid in judging offenders, above all the rest of the Jews, as we have already observed; when, therefore, Ananus was of this disposition, he thought he had now a proper opportunity [to exercise his authority]. Festus was now dead, and Albinus was but upon the road; so he assembled the sanhedrim of judges, and brought before them the brother of Jesus, who was called Christ, whose name was James, and some others, [or, some of his companions]; and when he had formed an accusation against them as breakers of the law, he delivered them to be stoned: but as for those who seemed the most equitable of the citizens, and such as were the most uneasy at the breach of the laws, they disliked what was done; they also sent to the king [Agrippa], desiring him to send to Ananus that he should act so no more, for that what he had already done was not to be justified...” Flavius Josephus, The Antiquities of the Jews, XX.IX.I, https: // www.documentacatholicaomnia.eu/03d/0030103,_Flavius_Josephus,_The_Antiquities_Of_The_Jews,_EN.pdf (Diakses 23 Maret 2021).

[47] Flavius Josephus, The Antiquities of the Jews, XVIII.III.III, https://www.ccel.org/ccel/josephus/works/files/ant-18.htm. (Diakses 23 Maret 2021).

[48] Lihat  Alexander Roberts dan James Donaldson, ed., Ante-Nicene Christian Library: Translations of the Writings of the Fathers Down to A.D. 325 (Edinburgh: T&T Clark, 1870), 188.

[49] Wallace, Cold-Case Christianity.

[50] Cornelius Tacitus, Works of Cornelius Tacitus. Includes Agricola, The Annals, A Dialogue concerning Oratory, Germania and The Histories, dikutip dalam  J. Warner Wallace, Cold-Case Christianity (Colorado Springs: David C. Cook Kingsway Communication, 2013), 198.

[51] Martin Hengel, Crucifixion, terj. John Bowden, ed. J. Friedrich (Philadelphia: Fortress Press, 1977), 22.

[52] Dialogue 6 (De consolatione ad Marciam) 20.3, dikutip dalam Martin Hengel, Crucifixion, terj. John Bowden, ed. J. Friedrich (Philadelphia: Fortress Press, 1977), 25.

[53] Qureshi, Seeking Allah Finding Jesus., 191.

[54] Howard, Who Do You Say that I Am? 307.

[55] Howard, Who Do You Say that I Am? 303.

[56] Netland, Encountering Religious Pluralism, 211.

[57] Singh, Rethinking Jesus and the Cross in Islam, 240.

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑

%d bloggers like this: