Apakah Orang Kristen dan Muslim Menyembah Allah yang Sama?

Tahun 2015 saya dikirimi email oleh kakak saya yang ia dapatkan dari atasannya tempat ia bekerja, mengenai seorang profesor dan teolog dari Wheaton College bernama Larycia Hawkins yang menulis dalam akun facebook nya pada tahun 2015, bahwa orang Kristen dan muslim menyembah Allah yang sama.

“I stand in religious solidarity with Muslims because they, like me, a Christian, are people of the book. And as Pope Francis stated last week, we worship the same God.”

Pernyataan tersebut sudah pernah dikemukakan oleh seorang profesor bernama Miroslav Volf, seorang teolog protestan dari Kroasia. Ia juga menarik kesimpulan, bahwa muslim dan orang Kristen sebenarnya menyembah Allah yang sama. Dan ia membuat sebuah buku pada tahun 2011 yang berjudul “Allah, a Christian Response”, yang menjelaskan dengan cukup detail mengenai hal tersebut. Saya sudah membaca beberapa chapter dari buku tersebut.

Beberapa minggu lalu saya dikejutkan oleh pernyataan yang sama yang dikemukakan oleh seorang profesor dan teolog juga bernama Frans Van Liere, dosen di Calvin University, yang diundang oleh STTRI (Sekolah Tinggi Teologi Reformed Indonesia) untuk membawakan seminar di Nurcholis Madjid Society mengenai titik temu antara Islam dan Kristen di Indonesia. Saya hadir di situ. Ia secara terang-terangan menyatakan bahwa ia tidak ragu mengenai Allah yang dipercaya dan disembah oleh kedua agama terbesar ini adalah pribadi yang sama. Ketika mendengar dan membaca handout nya, saya shocked dan hampir tidak percaya apa yang saya dengar, sampai di sesi QnA saya memberanikan diri bertanya kepadanya dan you know what?! Ia membenarkan pernyataan tersebut! Bagaimana mungkin seorang Teolog Reformed dapat membuat kesimpulan seperti itu? Benarkah orang Kristen dan muslim menyembah Allah yang sama? Kalau Allah nya sama, kenapa ajarannya begitu berbeda? Dan kalau sama, kenapa yang Kristen tidak jadi Islam dan juga sebaliknya? Pernyataan ini sungguh aneh!

Saya sempat berdebat dengan Prof. Van Liere ketika ia memberikan kuliah di STTRI beberapa hari setelah seminar itu. Berikut akan saya jelaskan argumen-argumen yang saya berikan di depan para mahasiswa di sana, sekaligus mengomentari beberapa pernyataan dari buku Volf tersebut. Tidak mungkin saya bahas semuanya, cukup yang penting saja, supaya kalian dapat memberikan jawaban jika diberi pertanyaan mengenai hal tersebut.

Pertama, mari mulai dengan sebuah hukum logika, hukum non-kontradiksi, bahwa A dan non-A tidak dapat benar bersamaan dalam konteks dan waktu yang sama. Kita selalu pakai hukum ini dan tidak mungkin lepas darinya. Anda adalah pria atau wanita, tidak mungkin benar kedua-duanya. Anda memiliki orang tua atau tidak memiliki, tidak bisa kedua-duanya dalam waktu dan konteks yang sama. Anda adalah seorang Kristen atau muslim, hanya benar satu di dalam waktu yang sama. Logika kita selalu menuntut non-kontradiksi ini. Nah, tahukah anda bahwa Alkitab dan Al-quran isinya begitu berbeda? Mungkin selama ini kalian mendengar bahwa Quran menceritakan beberapa nabi yang sama seperti yang ada di dalam Alkitab, mulai dari Adam, Nuh, Abraham, Yusuf, Musa, Daud,  dan bahkan Yesus, yang disebut Isa di dalam Quran. Tetapi tahukah kalian ceritanya banyak yang bertentangan? Saya berikan contoh, di dalam sura Al-Baqarah ayat 127 dikatakan bahwa Abraham dan Ismael mendirikan Ka’bah di Mekah. What??? Abraham mendirikan tempat ibadah muslim di Arab yang besar itu? Bagaimana mungkin cerita ini sama dengan Abraham yang diceritakan dengan Alkitab? Begitu juga dengan pribadi Yesus. Apakah Yesus di dalam Alkitab adalah pribadi yang sama dengan yang ada di dalam Quran? Kalau sama, kenapa isinya bisa begitu berbeda? Alkitab mengatakan bahwa Yesus mati di kayu salib, sedangkan Quran menyatakan bahwa Ia tidak mati, seperti yang ditulis di Surah 4.157. Kemudian Alkitab mengatakan bahwa Yesus adalah Tuhan, sedangkan Surah 5.72 mengatakan siapa yang mempercayai Isa adalah Tuhan, maka ia akan masuk neraka! Satu harus benar dan satu lagi pasti salah, bukan? Kita juga berbeda mengenai konsep pribadi Allah. Islam percaya dengan konsep Tawhid bahwa Allah itu tunggal keberadaanya, tidak beranak ataupun diperanakkan, hanya 1 pribadi, seperti yang dinyatakan di dalam Surah 112.1-4, “(1)Katakanlah: “Dia-lah Allah (2)Yang Maha Esa,Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (3)Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan,(4)dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia“. Sedangkan Kekristenan mengajarkan Tritunggal, bahwa Allah itu memang satu/tunggal, tetapi terdiri dari 3 pribadi. Antara Alkitab yang benar atau Quran yang benar, tidak mungkin kedua-duanya benar secara bersamaan. Poinnya adalah tidak mungkin Allah yang sama mewahyukan perkataan yang berbeda dan bertentangan.

Kemudian juga Volf di dalam bukunya menyatakan bahwa alasan mengapa ia percaya Allah yang sama adalah bahwa karena Allah yang dinyatakan dalam Quran dan Alkitab memiliki banyak sekali persamaan secara atribut dan juga karakteristiknya. Misalnya, Allah yang dipercayai adalah sama-sama Pencipta dunia ini, Maha Kuasa, Maha Tahu, baik, penuh pengampunan, mewahyukan, dsb (hal. 91). Jadi karena banyak kesamaannya, maka dianggap sama. Hal ini juga dijelaskan kembali oleh Prof. Van Liere di dalam kuliahnya. Saya dapati konsep ini sangat aneh dan saya mengatakan kepadanya bahwa hanya karena 2 hal memiliki banyak kesamaan, tidak berarti bahwa 2 hal itu adalah sama. Coba kalian berhadapan dengan monyet dan coba hitung berapa banyak kesamaan yang ada: sama-sama punya mulut, hidung, 2 mata, 2 tangan, 2 telinga, postur yang hampir mirip, sama-sama melahirkan, dsb. Maukah kalian kalau dikatakan bahwa kalian sama dengan monyet? Jangankan dengan monyet, 2 manusia saja kita tidak berani mengatakan mereka sama. Bahkan anak kembar yang memiliki banyak sekali persamaan tetaplah tidak sama. Cara berpikir Volf sangatlah aneh. Lagipula persamaan-persamaan yang ada, hanyalah permukaannya saja, sedangkan perbedaan yang inti sangat mencolok, seperti sudah kita bahas. Doktrin inti dari Kekristenan dipertaruhkan di dalam pernyataan ceroboh seperti itu.

Selain itu, Volf mengatakan, mengutip yang dikatakan Nicolas of Cusa tentang pandangan Plato, bahwa setiap manusia mencari dan  memuja “satu allah” sebagai apa yang disebut sebagai The Ultimate Good (hal. 86). Jadi menurutnya manusia itu pada dasarnya memang selalu ingin mencari Allah yang Satu dan benar itu dan kaum muslim melakukan hal tersebut, percaya dan menyembah Allah tersebut. Memang benar, Kekristenan juga mengakui, seperti yang dikatakan John Calvin, bahwa manusia memiliki apa yang disebut sensus divinitatis, benih kepercayaan terhadap hal yang ilahi. Manusia memang pada dasarnya merindukan untuk memiliki akses dan hubungan dengan Allah. Akan tetapi apakah Volf lupa dengan konsep dosa? Apakah ia sudah lupa dengan Mazmur 14:1-3 dan Roma 3:11, bahwa tidak ada seorangpun yang mencari Allah? Atau dia tidak pernah membaca Roma 1:18-21? Maksud Daud dan Paulus bukanlah bahwa manusia tidak punya benih untuk mencari Allah, tetapi benih itu sudah dinodai dengan dosa, sehingga kecenderungan mereka selalu menutupi natur dasar mereka untuk mencari Allah. Manusia ingin menjadi “allah” bagi dirinya sendiri! Pendeta Stephen Tong pernah mengatakan hal yang menarik bahwa agama sebenarnya adalah pelarian manusia dari Allah yang benar. Manusia tidak mungkin dapat mencari Allah yang benar. Milih pacar aja terkadang manusia salah. Pilih tempat kuliah dan tempat kerja juga sering salah. Pilih teman juga terkadang salah, bagaimana mau memilih Allah yang benar? Kita tidak mungkin dapat menemukan Allah yang benar, kecuali Ia sendiri berinisiatif membuka diri-Nya untuk dikenal oleh manusia, melalui Yesus Kristus. Benarkah seorang Profesor dan Teolog seperti Volf dan Van Liere tidak tahu hal ini?

Argumen saya yang kemudian adalah bahwa wawasan dunia yang seseorang pilih, harus konsisten dan juga koheren dengan realita. Jika tetap memegang konsep bahwa kita percaya dan menyembah Allah yang sama, maka kita akan kesulitan menjawab berbagai pertanyaan yang muncul, oleh karena pandangan tersebut tidak konsisten dan koheren. Saya memberikan contoh kepadanya, katakan misalnya seseorang datang kepadanya dan bertanya “apakah kita boleh punya istri lebih dari 1?” Nah apa yang akan ia jawab? Karena di dalam Alkitab, Allah mengajarkan pernikahan monogami, sedangkan di dalam Surah 4.3, “allah” mengatakan bahwa muslim dapat menikahi 3 – 4 istri dan Muhammad sendiri punya 9 istri!!! Kalau Allahnya sama, maka jawaban mana yang kita akan pilih, Quran atau Alkitab? Wawasan dunia kita harus konsisten!

Sebenarnya alasan Van Liere adalah supaya kita menemukan titik temu dan pintu masuk agar sebagai orang Kristen dapat berdialog dengan muslim, serta membangun kerjasama yang baik untuk membangun perdamaian dunia. Tetapi apakah doktrin teologi kita harus dikompromikan seperti ini? Pernyataan “Allah Kristen dan Muslim sama” adalah pintu masuk? Kalau kalian membuka pintu rumah kalian, sudah pasti masuknya adalah ke rumah kalian, tidak mungkin ke rumah saya. Pintu masuk menentukan ke mana kalian akan pergi. Jika pintu masuknya saja sudah salah, bagaimana ke dalamnya? Allah yang disembah oleh kedua agama ini tidaklah sama. Perbedaanya sudah begitu jelas. Tidak mungkin Pribadi yang sama menyatakan perkataan dan kejadian yang sama sekali bertentangan satu sama lain. Sebagai orang Kristen, jangan mengompromikan core doctrine kita. Doktrin sentral seperti Ke-Tuhanan Yesus, Tritunggal, inerasi Alkitab tidak boleh dikompromikan. Saya berharap tidak ada lagi seorang Kristen ataupun muslim yang menyatakan statement yang tidak bertanggung jawab itu. Pada kenyataannya, kita tetap dapat membangun hubungan yang baik dengan muslim dan bekerja sama untuk membangun Indonesia yang semakin baik, tanpa harus mengkompromikan teologi kita masing-masing!

Note: Jika ada yang penasaran ingin membaca beberapa chapter dari buku Miroslav Volf, tulis di comment dan akan saya kirimkan soft copy nya.

20 thoughts on “Apakah Orang Kristen dan Muslim Menyembah Allah yang Sama?

Add yours

Leave a reply to Daniel Winardi Cancel reply

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑