Memikirkan “Financial Freedom” Lebih Dalam

Financial Freedom atau Kebebasan Finansial sudah menjadi tujuan utama bagi sebagian besar orang. Setiap orang ingin memiliki keuangan yang baik, aset, rencana finansial (financial planner), bebas dari hutang, dsb. Saya sering mendengar dari teman-teman pribadi, seminar, dan juga video-video Youtube dari para ahli dan juga orang yang mencoba survei, jika mereka menanyakan apakah yang dimaksud dengan financial freedom, pada umumnya mereka menjelaskan bebas secara finansial adalah ketika kita tidak lagi memiliki hutang, memiliki aset yang berharga, menyusun agar uang yang bekerja bagi kita di umur 50, dapat membeli apapun yang kita mau, atau perasaan aman. Namun, apakah benar financial freedom  akan membuat kita benar-benar “bebas” dalam kehidupan ini?

Sebenarnya konsep ini tidak jauh berbeda dengan goal dari MLM, investor, dan juga asuransi. Asumsi di balik kegiatan ini adalah “nanti di umur 50-60 atau ketika pensiun, kita tidak perlu bekerja lagi, karena uanglah yang bekerja bagi kita dan kita tinggal menikmati hasilnya.” Apakah ini Alkitabiah? Benarkah kita tidak perlu lagi bekerja di dalam hidup ini jika kita sudah bebas secara finansial? Saya ingin mengajak kita sedikit melihat apa kata Alkitab dan juga pemikiran logis akan hal ini, yang tentunya akan sedikit bersifat filosofis.

Sejak awalnya, bekerja merupakan ungkapan hakekat Allah sendiri, bukan dimulai oleh manusia. Allah Tritunggal sejak kekekalan merencanakan dan menetapkan segala sesuatu yang akan ada sampai kesudahannya. Kita melihat di dalam kitab Kejadian, Allah bekerja menciptakan alam semesta dan isinya selama 6 hari dan pada hari ke-7 Ia beristirahat (Kita tidak perlu berspekulasi apakah hari-hari tersebut benar 24 jam atau merupakan waktu yang amat panjang). Namun, bukan berarti Ia tidak bekerja lagi. Kita tidak menganut pandangan Deisme yang mengatakan Allah hanyalah mencipta dan setelah itu Ia lepas tangan terhadap ciptaan-Nya. Pada kenyataan-Nya Allah terus bekerja sepanjang sejarah untuk menopang alam semesta ini dan tanpa Ia, kita tidak mungkin menemukan keteraturan dalam dunia ini yang begitu indah. Dalam PL, kita melihat begitu banyak pekerjaan Tuhan yang Ia nyatakan secara luar biasa kepada manusia. Di dalam Roma 8:28 juga kita menemukan bahwa “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia…” Dan sebenarnya kita dapat menemukan pekerjaan Tuhan di dalam seluruh kehidupan kita. Jika tidak percaya baca Mzm.139:13; Ay.38-41.

Oleh karena hakekat Allah adalah bekerja, maka manusia yang diciptakan serupa dengan gambar dan rupa-Nya, juga memiliki hakekat bekerja. Kata “bekerja” di dalam bahasa Ibrani adalah “Abad” yang ditulis dengan kata “mengusahakan” di dalam Kejadian 2:15. Kata “abad” berarti bekerja atau melayani dan terdapat unsur peribadahan di dalamnya. Jadi kata “bekerja” sendiri dalam artian Teologis adalah beribadah kepada Allah. Dari sini kita dapat mengerti bahwa kita tidak akan pernah berhenti bekerja melayani Allah dan menghasilkan buah sampai kita berada di atas ranjang rumah sakit atau di pembaringan terakhir untuk pulang ke rumah Bapa. Dengan demikian, adalah suatu penyimpangan apabila kita berkata kita harus bebas secara finansial agar nanti diumur lanjut, kita hanya goyang-goyang kaki menikmati hasil investasi atau kerja kita dan uang yang akan terus bekerja buat kita.

Jika demikian, maka terdapat asumsi di balik bebas secara finansial, yaitu kita bekerja untuk dapat uang banyak, bisa beli apapun, dan memiliki aset banyak, dan setelah semua itu tercapai, kita tidak perlu bekerja keras atau bahkan tidak bekerja lagi. Bekerja adalah ibadah kita kepada Tuhan. Fokus orang Kristen hanya dua, “Kristus dan Jiwa-jiwa”, jadi segala sesuatu yang kita lakukan adalah kemuliaan Kristus dan jiwa-jiwa. Lalu posisi uang ada di mana? Saya tidak mengatakan kita tidak butuh uang, tetapi kita bukan bekerja hanya untuk mendapatkan uang.

Dan saya mengajak kita berpikir tentang uang. Uang tidaklah memiliki nilai pada dirinya sendiri. Jika saudara diberi uang oleh seseorang 50 juta cash, tetapi disyaratkan uang tersebut hanya boleh disimpan di bank dan tidak boleh diambil atau digunakan sama sekali, apakah saudara senang? Tidak kan?  Itu artinya uang sendiri tidak bisa memberikan kesenangan, tetapi kita membutuhkan uang untuk membeli sesuatu. Setelah kita menggunakan uang untuk membeli tas mahal misalnya, lalu kita tanya lagi “apakah menggunakan tas mahal tersebut membuat bahagia?” Jika tas tersebut dibeli dan tidak boleh dipakai bagaimana? Kita mau menggunakan tas mahal tersebut agar dilihat orang lain, bukan? Bukankah kita memakai tas mahal supaya kita terlihat lebih keren dan diakui oleh orang lain? Jika demikian, tas itu pun sendiri bukan pemberi kebahagiaan, karena kita memakai tas untuk sesuatu yang lain, yaitu pengakuan. Apabila pertanyaan tersebut diteruskan, maka kita akan menemukan bahwa sebenarnya kebahagiaan kita bukan berada pada materi, tetapi sesuatu yang immaterial (bukan materi).

Sekarang kita masuk ke dalam Financial Freedom. Apa itu freedom atau kebebasan? Banyak yang akan memberi definisi bebas yaitu “semau gue” atau “apa saja yang gua mau lakukan tanpa paksaan dari luar.” Benarkah bebas adalah “semau gue”? Jika A memukul B karena bebas dan kemudian B yang dipukul itu memukul lagi si A, bukankah A akan menyadari bahwa ternyata kebebasannya dibatasi oleh kebebasan orang lain juga? Sebuah jalan memang menyediakan kebebasan bagi saudara untuk parkir mobil dan saudara secara bebas memarkirkan mobil saudara di jalan itu. Namun, ternyata mobil di belakang saudara marah-marah karena tidak bisa lewat, terhalang oleh mobil saudara, bukankah itu berarti kebebasan kita dibatasi oleh kebebasan orang lain yang juga bebas menggunakan jalan itu? Tidak ada kebebasan mutlak! Jika saudara ingin merokok dan mengatakan “saya bebas mau merokok” itu artinya saudara terikat oleh keinginan sendiri untuk merokok. Oleh karena itu, kebebasan bukanlah saya dapat melakukan apa yang saya ingini, tetapi justru ketika saya dapat melakukan apa yang saya tidak ingini, itulah “kebebasan”. Ketika ada godaan untuk melihat blue film dan saudara menurutinya, maka saudara terikat dengan hawa nafsu dan artinya tidak bebas. Tetapi jika saudara mampu untuk tidak menuruti godaan tersebut, itulah bebas dalam arti yang sebenarnya.

Financial Freedom merupakan tujuan dari sebagian besar orang. Apakah dalam financial freedom itu kita benar-benar bebas? Bukankah kita mengarahkan segala waktu, pikiran, uang untuk membeli aset atau produk MLM, kepada financial freedom ini? Jadi sebenarnya siapa yang free dan siapa yang terikat? Bukankah kita terikat oleh financial ini, yang deminya kita mencurahkan segala kemampuan kita untuk mencapainya? Dan setelah mencapainya, apakah kita akan benar-benar bebas dan aman secara keuangan? Kita mungkin mengatakan “saya akan bebas jika saya punya 2 rumah, 2 mobil, dan uang 1M di bank.” Jadi kebebasan kita tergantung kepada jumlah aset kita? Kalau kebebasan kita bergantung pada jumlah materi, maka kita sebenarnya tidak bebas lagi dong? Lagipula apa ukuran bebas? apa ukuran standar untuk “kaya”? Bukankah orang kaya begitu banyak di dunia ini? Ada yang memiliki 1 rumah  di daerah elit disebut kaya, tetapi ada yang punya 2 rumah juga disebut kaya. Ada yang punya helikopter disebut kaya, tetapi ada yang tidak punya helikopter juga disebut kaya. Jika dengan finacial freedom kita merasa aman, maka pikirkan saudara berada di pesawat JT610 kemarin, ketika ia meluncur dengan cepat dari langit ke laut, apakah uang saudara yang banyak itu dapat menyelamatkan saudara?

Yesus memberikan ilustrasi sebagai peringatan kepada kita di dalam Lukas 12:13-21 tentang “Orang Kaya yang Bodoh.” Dalam ilustrasi tersebut diceritakan seseorang yang kaya dan memiliki tanah yang berlimpah-limpah hasilnya. Ia tidak puas akan kekayaannya dan menginginkan membangun aset lagi untuk menimbun kekayaannya. Setelah itu, ia berkata: “Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya, beristirahatlah, makanlah, minumlah, dan bersenang-senanglah!” (ay.19). Terhadap orang bodoh ini Yesus berkata: Hai Engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya dihadapan Allah.” Dari perumpamaan ini, kita semakin mengerti bahwa tujuan kita bukanlah mengumpulkan kekayaan materi dunia sehingga kita dapat hidup enak. Tujuan hidup kita adalah “kaya” dihadapan Allah, yaitu kehidupan yang sesuai dengan kehendak Allah. Orang dunia berkata bahwa sukses adalah secara materi, jabatan, atau memiliki keluarga yang bahagia, tetapi saya mendefinisikan sukses berdasarkan Alkitab dan apa yang seorang hamba Tuhan katakan: “Sukses adalah ketika rencana Tuhan digenapi dalam hidup kita.”

Tentu saja sebagai orang Kristen kita harus memiliki karakter yang baik, kerja keras, sehat, memiliki ekonomi yang baik. Kaya itu tidak salah, itu adalah anugerah, tetapi hal itu bukan untuk diri kita sendiri, semua itu harus untuk pekerjaan Tuhan. Dengan pengetahuan, pekerjaan dan keuangan yang baik, maka kita akan lebih efektif dipakai Tuhan untuk pekerjaan-Nya yang besar. Yang terpenting di sini adalah hati. Apa motivasi kita bekerja? Apa motivasi kita membeli saham dan berinvestasi? Jika semua tertuju kepada diri sendiri (self-centered) maka itu adalah dosa. Yesus mengajarkan kita harus membangun persahabatan dengan menggunakan uang, bukan bersahabat dengan uang menggunakan Tuhan (Luk.16:9). Waspada terhadap pengejaran kekayaan, karena semua seperti uap dan pergi dengan cepat (1 Tim.6:9). Hati yang diarahkan kepada uang adalah akar segala kejahatan yang olehnya manusia menyiksa dirinya dengan berbagai duka (1 Tim.6:10) dan di mana hartamu berada di situ hatimu berada (Mat.6:21). Financial freedom yang sesungguhnya adalah ketika kita tidak lagi mendasarkan kebahagiaan kita pada materi. Dengan banyak ataupun sedikit uang, punya aset dan saham atau tidak, tidak masalah, kita masih tetap bisa hidup bagi Tuhan. Kiranya setiap orang Kristen boleh mengerti hal ini dan mengarahkan hatinya senantiasa kepada Kristus, Pusat kehidupan kita.

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑

%d bloggers like this: