Beberapa orang berpendapat bahwa guru tak perlu mempelajari filsafat, karena filsafat merupakan sesuatu yang sangat abstrak, tidak praktis, dan tidak bermanfaat bagi pekerjaannya. Pendirian itu terlampau sempit, karena apa yang dilakukan guru harus didasarkan pada apa yang dipercayai dan diyakininya sebagai benar dan baik. Filsafat itu menentukan kepercayaan kita tentang: apakah hakekat manusia, khususnya hakekat anak dan sifat-sifatnya, apakah sumber kebenaran dan nilai-nilai yang hendaknya menjadi pegangan hidup kita tentang apakah yang baik, apakah hidup yang baik, apakah yang sebaiknya diajarkan kepada anak didik, apakah peranan sekolah dalam masyarakat, apakah peranan guru dalam proses belajar-mengajar, dll.
Khoe Yao Tung dalam bukunya Menuju Sekolah Kristen menyoroti berbagai masalah yang terjadi di dunia masa kini, mulai dari terorisme, pembunuhan, pencurian, sampai pornografi, sebagai kejahatan yang disebabkan banyak faktor yang saling terkait. Lingkungan dan media masyarakat yang bahu-membahu menayangkan gaya hidup kekerasan, kebrutalan, kenikmatan hidup, kesuksesan instan lewat berbagai film dan iklan, juga rapuhnya pendidikan sekolah, pendidikan keluarga, dan religiusitas yang tidak berdaya untuk menghadapi kejatuhan moral tersebut. Menurutnya, filsafat pendidikan merupakan salah satu cara yang penting untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Implementasi filsafat pendidikan yang keliru akan menimbulkan berbagai masalah; 1) Menghasilkan lulusan-lulusan yang gagal secara akademis; 2) Menundukkan anak-anak dengan pengaruh moral yang salah, sehingga terjadi penurunan standar moral dan toleransi; 3) Terdapatnya dasar, alasan, dan sebab bagi para “pembaru” pendidikan dalam membangun kembali pendidikan bagi anak-anak, masyarakat, dan budaya kita.
Menurut Pazmino, filosofi merupakan fondasi bagi pendidikan Kristen, yang dalam hubungannya dengan fondasi Alkitab dan Teologi, akan memberikan dasar-dasar universal yang bersifat transkultural dan kultural dalam rangka memandu pola pikir dan praktik pendidikan. Hal ini ditegaskan oleh John M. Frame dalam Apologetika Bagi Kemuliaan Allah: “Melalui Kekristenan sebagai suatu filsafat, saya ingin mengemukakan bahwa Kekristenan memberikan sebuah pandangan yang komprehensif berkenaan dengan dunia. Hal ini memberi kita suatu penjelasan, bukan hanya tentang Allah tetapi juga tentang dunia yang Allah ciptakan, relasi antara dunia dengan Allah, dan posisi manusia di dunia dalam relasinya dengan alam dan Allah. Sebagai sebuah filsafat, Kekristenan membicarakan Metafisika, Epistemologi, dan Nilai… saya percaya terdapat pandangan yang khas Kristen mengenai sejarah, sains, psikologi, bisnis, ekonomi, pendidikan, seni, masalah-masalah filsafat, dll.” Charlotte Mason, seorang pendidik Kristen dan pembaharu sekolah di Inggris pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 pernah menuliskan, “Sebagaimana aliran air tidak bisa naik lebih tinggi daripada sumbernya, maka tidak akan ada upaya apapun yang bisa melampaui seluruh skema dari pemikiran asal mulanya.” Filsafat pendidikan berusaha mengartikulasikan sebuah skema pemikiran yang sistematis dan memberikan kehidupan yang berfungsi untuk memandu praktik pendidikan. Pazmino menjelaskan bahwa hal ini merupakan sesuatu yang krusial, karena seperti yang diimplikasikan oleh Mason, pendidikan adalah buah dari akar filosofisnya. Landasan filsafat yang kuat dan tegas akan mampu memandu arah dan tujuan pendidikan.
Sejalan dengan pernyataan di atas, Nasution menyatakan bahwa filsafat pendidikan sangat berpengaruh kepada pembentukan kurikulum. Filsafat pendidikan yang dianut oleh sebuah negara, itu juga yang akan menjadi dasar atau landasan bagi kurikulum pendidikannya. Ia menjelaskan beberapa fungsi filsafat pendidikan bagi kurikulum:
- Filsafat pendidikan menentukan arah ke mana anak-anak harus dibimbing. Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidik anak menjadi manusia dan warga negara yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Jadi, filsafat menentukan tujuan pendidikan.
- Dengan adanya tujuan pendidikan, ada gambaran yang jelas tentang hasil pendidikan yang harus dicapai dan manusia yang bagaimana yang harus dibentuk.
- Filsafat juga menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan itu.
- Filsafat juga memberi kebulatan kepada usaha pendidikan, sehingga tidak lepas-lepas. Dengan demikian terdapat kontinuitas dalam perkembangan anak.
- Tujuan pendidikan memberi petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga mana tujuan telah tercapai.
- Tujuan pendidikan memberi motivasi dalam proses belajar mengajar, bila jelas diketahui apa yang harus dicapai.
Filsafat pendidikan memang dibutuhkan oleh praktik pendidikan sebagai landasan dan tujuan seperti yang telah dibahas di atas, namun permasalahan yang kemudian muncul adalah filsafat pendidikan apa atau yang seperti apa yang tepat untuk membawa keutuhan dalam pendidikan itu sendiri. Jika kita melihat filsafat pendidikan sekuler yang dibangun bukan di atas firman Kristus, oleh para filsuf dan ahli pendidikan yang tidak mengenal dan juga menyangkal adanya Tuhan (Atheist), seperti Progresivisme, Eksistensialisme, Realisme, Behaviorisme, Konstruktivisme, dan sebagainya, maka kita akan menemukan landasan pendidikan yang tidak kokoh dan bertujuan untuk kemuliaan diri sendiri, bukan kemuliaan Allah. Tidak berarti aliran-aliran tersebut salah sepenuhnya, karena pada kenyataannya pendidikan Kristen saat ini pun menerapkan bagian-bagian yang baik dari aliran-aliran tersebut, tetapi semua itu perlu dilihat dan diterapkan dalam perspektif Kristen. Tanpa terang kebenaran firman Allah atau Alkitab, maka penerapan pendidikan tersebut berujung kepada kemuliaan manusia, bukannya Allah. Oleh karena itu, perlu untuk mendasari pendidikan dengan filsafat pendidikan Kristen.
Leave a Reply